PANDEGLANG- Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi
Banten, Ade Rosi Khaerunisa mengakui sejauh ini belum ada pembahasan revisi Undang-Undang Perlindungan Anak di DPR RI.
Menurut Ade Rosi, saat ini ada masukan dari masyarakat yang akan
mengusulkan perubahan masa hukuman bagi pelaku pencabulan atau pelecehan
terhadap anak. Sebab, hukuman maksimal 15 tahun kurungan penjara dianggap
kurang memberikan efek jera pada pelaku.
“Tentu kami akan coba usulkan kepada Badan Legislasi di DPR
agar merevisi UU Perlindungan Anak. Mungkin di tahun 2021,” ujar Ade Rosi,
Sabtu (15/2/2020).
Selanjutnya kata dia, selain masukan dari masyarakat,
meningkatnya angka kekerasan seksual pada awal tahun 2020 di Pandeglang menjadi
pertimbangan P2TP2A untuk mengusulkan wacana tadi. Selain itu, sosialisasi
tentang perlindungan perempuan dan anak juga sangat penting dilakukan.
“Sosialisasi harus terus dilaksanakan, bukan hanya oleh
pemerintah, tetapi semua stakeholder, masyarakat, pemuka agama, agar UU
Perlindungan Perempuan dan Anak bisa terus disampaikan ke masyarakat. Dengan
begitu masyarakat tahu apa sih hukuman yang mengancam bagi pelaku kekerasan
perempuan dan anak sehingga mereka bisa jera atau mengurungkan niatnya,” terangnya.
Selain sosialisasi tambah Ade, pada semua elemen,
perlindungan terhadap anak yang menjadi korban juga sangat penting dilakukan.
Sebab, mental para korban harus diselamatkan agar bisa kembali menjalani
hidup seperti sedia kala serta menyelamatkan masa depan.
“Dan yang paling utama adalah bagaimana kita menyelamatkan
mental anak ini agar anak ini kembali menjadi anak yang sehat dan mentalnya
jadi kuat sehingga ke depan bisa tetap bersekolah dan mempunyai
cita-cita yang baik,” pungkasnya. (nt/bbs/red)