![]() |
Pipik Taufik Ismail, S.Sos., MM. |
Progresif.id – Polemik aktivitas pengangkutan dan penjualan tanah hasil cut and fill yang dilakukan PT Vanesa Sukma Mandiri (VSM) di lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Contemporary Amperex Technology Limited (CATL) kawasan Karawang New Industry City (KNIC), mendapat perhatian DPRD Jawa Barat.
Panitia Khusus (Pansus) Raperda Pertambangan DPRD Jabar turun langsung ke lapangan, Kamis (3/10/2025) siang. Rombongan dipimpin anggota Komisi IV Fraksi PDI-P sekaligus anggota Pansus Pertambangan, Pipik Taupik Ismail S.Sos.,MM yang akrab disapa Kang Pipik, didampingi Dinas Lingkungan Hidup serta Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jabar.
Menurut Pipik, aktivitas PT Vanesa memang bukan tambang, namun karena ada nilai ekonomis dari tanah sisa yang dijual, maka tetap harus dilihat dari perspektif hukum pertambangan.
"Regulasi harus jelas, karena kegiatan ini menghasilkan nilai jual," kata Kang Pipik.
Salah satu titik krusial adalah status lahan HGU milik PT CATL yang diperuntukkan industri, bukan pertambangan. Meski PT Vanesa mengklaim sudah memiliki Surat Izin Pertambangan Batuan (SIPB), peruntukan lahan tetap menjadi masalah hukum.
"Perizinan harus linier dengan status lahan. SIPB saja tidak cukup jika lahannya bukan kawasan tambang," tegas perwakilan Dinas ESDM menimpali.
Selain itu, PT Vanesa juga disorot karena menunggak pembayaran Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) kepada Pemkab Karawang dengan nilai mencapai miliaran rupiah.
Kang Pipik menegaskan, Pemkab Karawang tidak sedang menghambat investasi, melainkan menjalankan kewenangan fiskal untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
"Pemerintah daerah berkepentingan menggali potensi PAD dalam kerangka hukum. Ini bagian dari penataan hukum dan fiskal daerah," jelasnya.
DPRD Jabar juga siap menjadi mediator antara PT Vanesa dan Pemkab Karawang agar ada jalan tengah yang mengedepankan kepatuhan regulasi sekaligus mendukung iklim investasi.
"Semua pihak harus terbuka untuk berdialog. Kami dari DPRD siap memfasilitasi agar ada solusi tanpa merugikan siapapun," ucapnya.
Ia menambahkan, persoalan ini bisa menjadi pembelajaran penting dalam penataan kebijakan pertambangan dan tata ruang di daerah.
"Hal ini terutama aktivitas non-pertambangan seperti cut and fill yang bernilai ekonomi," ujarnya. (**)